Wednesday, 4 January 2023

Awal syariat puasa

 

 Faidah:



Dulu di awal syariat Islam: orang yang berpuasa itu dilarang makan, minum dan berjima’ sejak dia tidur malam atau shalat isya’ yang akhir, maka yang mana saja terjadi pertama kali; maka dia diharamkan melakukan perkara-perkara tadi. Kemudian larangan tadi dihapuskan, dan diperbolehkanlah untuknya itu semua sampai terbitnya fajar, sama saja dia itu tidur malam ataukah tidak.

Dan itu ditunjukkan dalam “Shahih Al Bukhariy” (1915), dari hadits Al Bara Bin ‘Azib رضي الله عنهما, yang berkata:

كَانَ أَصْحَابُ مُحَمَّدٍ ﷺ إِذَا كَانَ الرَّجُلُ صَائِماً فَحَضَرَ الْإِفْطَارُ فَنَامَ قَبْلَ أَنْ يُفْطِرَ لَمْ يَأْكُلْ لَيْلَتَهُ وَلَا يَوْمَهُ حَتَّى يُمْسِيَ. وَإِنَّ قَيْسَ بْنَ صِرْمَةَ الْأَنْصَارِيَّ كَانَ صَائِماً، فَلَمَّا حَضَرَ الْإِفْطَارُ أَتَى امْرَأَتَهُ فَقَالَ لَهَا: أَعِنْدَكِ طَعَامٌ؟ قَالَتْ: لَا وَلَكِنْ أَنْطَلِقُ فَأَطْلُبُ لَكَ. وَكَانَ يَوْمَهُ يَعْمَلُ فَغَلَبَتْهُ عَيْنَاهُ، فَجَاءَتْهُ امْرَأَتَهُ، فَلَمَّا رَأَتْهُ قَالَتْ: خَيْبَةٌ لَكَ. فَلَمَّا انْتَصَفَ النَّهَارُ غُشِيَ عَلَيْهِ. فَذُكِرَ ذَلِكَ لِلنَّبِيِّ ﷺ، فَنَزَلَتْ هَذِهِ الْآيَةُ: ﴿أُحِلَّ لَكُمْ لَيْلَةَ الصِّيَامِ الرَّفَثُ إِلَى نِسَائِكُمْ﴾ فَفَرِحُوْا بِهَا فَرَحاً شَدِيْداً، وَنَزَلَتْ: ﴿وَكُلُوْا وَاشْرَبُوا حَتَّى يَتَبَيَّنَ لَكُمُ اْلخَيْطُ الْأَبْيَضُ مِنَ اْلخَيْطِ الْأَسْوَدِ﴾.

“Dulu para Sahabat Rasulullah ﷺ jika ada seseorang yang berpuasa, lalu hadirlah waktu berbuka namun dia tidur sebelum berbuka, dia tidak boleh makan semalam suntuk dan sepanjang hari berikutnya sampai masuk waktu petang. Dan sungguh Qais Bin Shirmah Al Anshariy pernah berpuasa, manakala tiba waktu berbuka dia menemui istrinya seraya bertanya kepadanya: “Apakah engkau punya makanan?” Istrinya menjawab: “Tidak, akan tetapi aku akan mencarikannya untukmu”.  Qais tadinya telah bekerja sepanjang hari, maka dia tak mampu menahan diri hingga tertidur. Kemudian datanglah istrinya. Ketika istrinya melihat dirinya tertidur, diapun berkata: “Engkau terkena kerugian”. Selanjutnya di tengah hari yang berikutnya dia pingsan. Hal itu diceritakan kepada Nabi ﷺ, maka turunlah ayat ini (yang artinya): “Dihalalkan bagi kalian pada malam hari bulan puasa bercampur (berhubungan badan) dengan isteri-isteri kalian” [Al Baqarah: 187]. Maka merekapun sangat bergembira dengan itu. Dan turunlah: “Dan makan minumlah hingga terang bagi kalian benang putih dari benang hitam” [Al Baqarah: 187]”.

Maka hadits ini menunjukkan bahwasanya hal itu dulu diharamkan setelah tidur malam.
Adapun pengharamannya setelah penunaian shalat isya’; maka telah pasti hal itu dari hadits Abu Hurairah رضي الله عنه dengan sanad yang shahih, diriwayatkan oleh Ibnu Jarir, sebagaimana dalam “Ad Durrul Mantsur”, dan sebagaimana di dalam “Tafsir Ibni Katsir” (Al Baqarah ayat: 187).
Dan diriwayatkan oleh Abu Dawud (2313) dari hadits Ibnu Abbas رضي الله عنهما namun di dalam sanadnya adalah Ali Bin Husain Bin Waqid, dan dia itu punya kelemahan. Hadits ini punya jalur-jalur yang lain diriwayatkan oleh Ibnu Jarir (2/96) dari jalur: Abdullah Bin Shalih, juru tulis Laits: dari Mu’awiyah Bin Shalih: dari Ali Bin Abi Thalhah: dari Ibnu Abbas رضي الله عنهما , dan sanad ini juga lemah karena lemahnya Abdullah Bin Shalih, dan juga karena keterputusan antara Ali Bin Abi Thalhah dan Ibnu Abbas رضي الله عنهما , namun sanad ini menambah kuatnya atsar tadi.
Periksalah “Fathul Bariy” (1915) dan “Syarhul Muhadzdzab” (6/251).
------------

( Dinukil dari kitab : "“Ithaful Anam Bi Ahkam Wa Masailish Shiyam” lis Syaikh Ibnu Hizam | terjemah bebas : "Puasa Tata Cara dan Permasalahanya" | Asy Syaikh Abu Fairuz Abdurrohman bin Soekojo Al Qudsiy Al Jawiy حفظه الله )

Sumber Channel Telegram: fawaidMaktabahFairuzAddailamiy

No comments:
Write komentar

Archive

BIOGRAFI