Tuesday, 26 March 2019

Lentera di Malam Kelam

 

Lentera di Malam Kelam

PENJELASAN TERHADAP KESALAHAN KITAB AL IBANAH 
SYAIKH MUHAMMAD AL IMAM

PENULIS :

ASY SYAIKH YUSUF BIN AL 'IED BIN SHOLIH AL JAZAIRIY حَفِظَهُ اللّٰه


***
Sekian banyak laporan dari berbagai tempat di Yaman menyebutkan bahwasanya para hizbiyyun dari para pendukung jam’iyyat, Ikhwanul Muslimun dan yang lainnya dengan gembira ikut menyebarkan kitab tersebut. Bahkan Muhammad Al Mahdiy yang telah dihizbikan oleh Imam Al Wadi’iy -rohimahulloh- -yang dahulunya  diperangi oleh Syaikh Muhammad Al-Imam sendiri- berkata: “Inikan buku kami?!” 

Maka bangkitlah tokoh-tokoh Ahlus Sunnah merontokkan gigi-gigi kitab itu  dengan hujjah-hujjah dari Al-Qur’an, As-Sunnah dan manhaj Salaf:


Syaikh Al-‘Allamah Abu Abdirrohman Yahya Al-Hajuriy -hafizhohulloh mengeluarkan risalah Mujmalut Taqwim Wash-Shiyanah (cet. Maktabatul Falah) yang berisi timbangan global tentang kitab Al-Ibanah.

Syaikh Abu Abdis-Salam Hasan bin Qosim Ar-Roimy hafizhohulloh mengeluarkan malzamah Taslithul Adhwaus Salafiyyah yang membongkar kejahatan yang tersembunyi dari para penulis kata pengantar Al Ibanah.

Syaikh Abu Hatim Sa’id Da’as Al-Yafi’iy -hafizhohulloh- mengeluarkan Tanzihus Salafiyyah (cet. Maktabah Darul Hadits) yang berisi bantahan tuntas terhadap prinsip prinsip Al-Ibanah.

Syaikh Abu Ibrohim Muhammad bin Muhammad bin Mani’ Ash-Shon’aniy hafizhohulloh- mengeluarkan komentar tegas terhadap kitab itu dalam lembaran mukaddimah yang beliau kirimkan kepada Yusuf Al Jazairiy (termaktub juga dalam  terjemahan ini).


Beliau juga mengeluarkan kitab Al-Fawakih Al-Janiyyah (cet. Darut Taisir) yang di dalamnya mengandung bantahan dan sindiran tajam terhadap sebagian prinsip penulis Al-Ibanah.

Saudara kita Abu Bakr bin Abdah bin Abdillah Al-Hammadiy hafizhohulloh mengeluarkan malzamah Al-I’anah yang berisi bantahan terhadap sebagian kesalahan yang nyata dalam Al-Ibanah.

Saudara kita Kholid bin Muhammad Al-Ghorbaniy -hafizhohulloh- mengeluarkan  malzamah Balaqi’ Wa Salaqi’ yang membongkar kebatilan Syaikh Abdul Aziz Al-Buro’iy  dalam pengantarnya terhadap Al-Ibanah.


Saudara kita Abu Hatim Yusuf bin ‘Id Al-Jazairiy -hafizhohulloh- mengeluarkan Mishbahuzh Zholam (cet. Maktabatul Falah) yang meruntuhkan secara tuntas terhadap prinsip dan manhaj penulis Al-Ibanah dan bantahan terhadap cercaan penulis Al-Ibanah terhadap Salafiyyun.

Bahkan tidak ketinggalan pula saudara kita Abu Abdillah Adib Al-Jakartiy Al Indonesiy -hafizhohulloh- manakala melihat para hizbiyyun di Indonesia menyebarluaskan kitab batil itu, beliau menulis risalah ringkas berjudul Senjata Makan Tuan yang isinya meruntuhkan sebagian prinsip Syaikh Muhammad Al-Imam - waffaqohulloh- dengan memakai perkataan Syaikh Al-Mufti Ahmad bin Yahya An-Najmiy -rohimahulloh-.


Abu Fairuz Abdurrohman Al-Qudsiy –waffaqohulloh- juga dimudahkan Alloh - ta’ala- untuk mengeluarkan At-Tajliyyah Li Amarotil Hizbiyyah (cet. Al-Mathbu’atus Salafiyyah) yang di dalamnya terdapat banyak dalil dan fatwa para Imam yang mengandung bantahan terhadap prinsip-prinsip Al-Ibanah tersebut dan pembelaan terhadap manhaj Salaf yang hendak digoyang penulis Al-Ibanah. Juga berisi pembuktian  hizbiyyah orang-orang yang dibela penulis Al-Ibanah dan berisi sedikit gambaran  tentang gembiranya hizbiyyun dengan kitab Al-Ibanah itu.


Seluruh kerja keras Ahlus Sunnah ini semua semata-mata berkat taufiq dan pertolongan Alloh untuk membongkar syubuhat yang datang dari siapa pun.

Manakala bantahan-bantahan ini dikeluarkan kepada umat, maka tampaklah betapa lemahnya kebatilan yang disuguhkan oleh Syaikh Muhammad Al-Imam waffaqohulloh- dan menjadi semakin tampak cemerlanglah manhaj Salaf yang selama  ini digenggam erat oleh para Salafiyyun yang dipimpin oleh para ulama Darul Hadits Dammaj.
***

➖➖➖➖➖➖➖➖

Pasal Pertama
Kaedah-Kaedah dan Pokok-Pokok Dasar Dalam Masalah 
Vonis Mubtadi’ dan Hizby Serta Beberapa Masalah Lainnya
Di dalamnya terdapat tujuh topik pembahasan:
  1. Tidaklah seorang Sunni berubah menjadi Mubtadi’ dengan sebab tasaahul (bermudah-mudahan) pada sebagian perkara Sunnah.
  2. Tidaklah seseorang berubah menjadi Mubtadi’ dengan sebab penyelisihannya padaperkara yang bersifat cabang yang telah dikenal dalam Islam sampai-sampai ia berloyalitas, mengadakan permusuhan dan mengharuskan manusia untuk melakukan hal tersebut.
  3. Tidaklah seorang Sunni berubah menjadi Mubtadi’ dengan sebab keberadaannya bersama suatu kelompok ataukah golongan (hizb) karena suatu pekerjaan yang bersifat duniawi disertai dengan adanya kecintaan dia kepada Ahlus Sunnah dan meyakini akidah mereka.
  4. Tidaklah seorang Sunni berubah menjadi Hizby sekalipun pertolongannya kepada seorang Syaikh Sunny telah mencapai batas fanatik dengan ketidaksengajaan.
  5. Tidaklah kita meninggalkan seseorang hingga dialah yang meninggalkan kita.
  6. Kita mengoreksi dan bukan menghancurkan.
  7. Menuduh orang-orang yang menasihati itu telah bersikap tergesa-gesa, terburu-buru, sembrono dan tidak mengambil pelajaran akan kemaslahatan dakwah.

TOPIK PEMBAHASAN PERTAMA
Tidaklah Seorang Sunny Berubah Menjadi Mubtadi’
Dengan Sebab Tasaahul (Bermudah-mudahan) Pada
Sebagian Perkara Sunnah (???)

Syaikh Muhammad Al-Imam -semoga Alloh memberinya taufik- dalam Al-Ibanah hal. 37 berkata: “Tidaklah seorang Sunny berubah menjadi Mubtadi’ dengan sebab tasaahul (bermudah-mudahan) pada sebagian perkara Sunnah.” 

Saya katakan -dengan meminta pertolongan kepada Alloh-: Perkataan ini merupakan bentuk penyamarataan dan pengglobalan masalah yang dilakukan Syaikh Muhammad Al-Imam -semoga Alloh memberinya taufik- terhadap perkara yang kebanyakan dari kaedah yang disebutkannya justru menjadi sandaran bagi ahlul bida’ (pengikut kebid’ahan), ahlul ahwa (pengikut hawa nafsu) dan ahlu tahazzub (pengikut hizbiyah). Akan datang penjelasan tentang metode yang ditempuh ini pada topik pembahasan khusus. Seluruh ahlul bida’ dengan sisi yang beragam masuk di bawah ungkapan yang umum lagi global ini dalam waktu yang bersamaan. Hal itu karena seluruhnya terjatuh dalam sikap tasaahul pada sebagian perkara Sunnah sesuai kadar mereka masing-masing dalam hal tersebut. Adapun jika mereka bermudah-mudahan dalam seluruh perkara Sunnah, maka sungguh mereka telah keluar dari Islam, karena Sunnah itu adalah Islam.

Imam Asy-Syaukaniy -rohimahulloh ta’ala- telah menukilkan perkara ini dari seluruh kaum muslimin dan menjelaskannya dengan baik dan jelas yang membatalkan kaedah tamyi’iyyah (sikap lembek terhadap pelaku kebatilan) yang berbahaya ini, yang telah ditetapkan oleh Syaikh Muhammad Al-Imam -semoga Alloh memberinya taufik-.
Beliau (Asy Syaukani) telah berkata dalam Adabut Tholab, hal. 124: “Sesungguhnya ahlul bid’ah tidaklah mengingkari seluruh Sunnah dan tidak pula mereka memusuhi kitab-kitab Sunnah, bahkan mereka berhak untuk dibid’ahkan dengan sebab penyelisihan terhadap sebagian permasalahan-permasalahan syari’at.”

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah -rohimahulloh- ta’ala- mengatakan: “Seperti inilah ahlul bida’, tidaklah kamu dapati seorang pun dari mereka yang meninggalkan sebagian Sunnah yang wajib dibenarkan dan diamalkan, melainkan ia telah terjatuh pada bid’ah lainnya. Tidaklah kamu dapati seorang pelaku bid’ah, melainkan dia telah meninggalkan sesuatu dari Sunnah, sebagaimana dalam hadits:

»ما ابتدع قوم بدعة إال تركوا من السنة مثلها«

“Tidaklah suatu kaum melakukan suatu kebid’ahan melainkan mereka telah meninggalkan Sunnah yang semisalnya.” Diriwayatkan oleh Imam Ahmad.

Alloh Ta’ala berfirman:

《فَنَسُوا حَظًّا مِمَّا ذُكِّرُوا بِهِ فَأَغْرَيْنَا بَيْنَهُمُ الْعَدَاوَةَ وَالْبَغْضَاءَ》[الما ئدة:١٤]


“Tetapi mereka (sengaja) melupakan sebagian dari apa yang mereka telah diberi peringatan dengannya; maka Kami timbulkan diantara mereka permusuhan dan kebencian.” [Al Maidah:14]

Maka tatkala mereka meninggalkan sebagian dari yang diperingatkan, mereka mengganti dengan yang lainnya. Sehingga dengan itu maka timbullah permusuhan dan kebencian diantara mereka.” (Majmu’ul Fatawa” 7/173).

Imam Al-Baghowi -rohimahulloh- Ta’ala- berkata dalam “Syarhus Sunnah 1/227: “Apabila seorang muslim melihat seseorang berkeyakinan sedikit saja dari hawa nafsu dan kebid’ahan atau bermudah-mudahan pada sebagian Sunnah, maka wajib baginya untuk meng-hajr (memboikot) orang itu, berlepas diri darinya dan meninggalkannya baik orang itu masih hidup atau telah mati. Janganlah dia memberi salam kepadanya jika bertemu dengannya dan jangan pula terlebih dahulu menjawab salamnya, sampai ia meninggalkan kebid’ahannya dan rujuk (kembali) kepada al-haq.”

Semua ini adalah perkataan yang agung dari para imam tersebut rohimahumullohu ta’ala-. 

Perkara ini jugalah –yaitu penyamarataan dan pengglobalan masalah- yang menjadikan kaedah ini termasuk kaedah-kaedah orang belakangan yang wajib untuk dihindari dan umat diperingatkan darinya. Saya akan tambahkan penjelasan tentang perkara tersebut, maka saya katakan -dengan meminta pertolongan kepada Alloh-: 

Ketahuilah -semoga Alloh memberimu taufik- bahwa makna At-Tasaahul secara bahasa bermakna: At-Tasaamuh (toleransi). Asal katanya adalah sahula yang aslinya bermakna kelembutan lawan dari sikap sukar. Lihat Mu’jam Maqoyysil Lughoh karya Ibnu Faaris pada kata sahula.

Perkara tasaahul pada sebagian Sunnah, bukanlah sesuatu yang bisa dipakai untuk menghukumi pelakunya dengan peniadaan secara mutlak seperti ini. Hal ini dikarenakan oleh beberapa perkara:
  1. Bahwasanya tasaahul dalam perkara Sunnah, baik dengan meninggalkannya, mengerjakan sesuatu yang menyelisihinya dan yang selain itu, memiliki beberapa tingkatan:
  • Sebagian sikap tasaahul ada yang harom hukumnya.
  • Sebagian yang lain ada yang menghantarkan kepada kebid’ahan.
  • Sebagian yang lain ada yang menghantarkan kepada kekufuran.
  • Sebagian yang lain ada yang kurang dari itu.

Baca selengkapnya disini
Sumber file PDF dari Ustadz Abu Zakaria Irham Al-Jawiy حفظه الله

No comments:
Write komentar

Archive

BIOGRAFI