Wednesday, 14 November 2018

HUKUM PERAYAAN MAULID NABI

 

Repost by: Alfaruq’s Blog
Sumber Channel Telegram: As Sunnah Loebas

📙'Aqidah


🔘 *HUKUM PERAYAAN MAULID NABI*

┈┈┈┈⊰✿📚┈┈┈┈• 

_✍🏿Fadhilatusy Syaikh al-‘Allamah Muhammad bin Shaleh al-‘Utsaimin rahimahullah ta’ala ditanya:_

 _Bagaimana hukum perayaan maulid Nabi?_

Beliau menjawab:

1⃣ *Pertama : Malam kelahiran Rasulullah tidaklah diketahui secara pasti.* Bahkan sebagian ‘ulama sekarang menetapkan bahwa malam maulid adalah malam kesembilan Rabi’ul ‘Awwal, bukan malam kedua belas. Dengan demikian, menjadikan perayaan tersebut pada malam kedua belas Rabi’ul ‘Awwal tidaklah ada asalnya dari sisi sejarah.

2⃣ *Kedua : Dari sisi syar’i, perayaan maulid tersebut juga tidak ada asalnya.* Karena seandainya perayaan tersebut termasuk dari syariat Allah, tentulah Nabi   telah melakukannya atau menyampaikannya kepada umatnya. *Dan seandainya beliau melakukannya atau telah menyampaikannya, tetulah hal itu pasti akan selalu terjaga,* karena Allah ta’ala telah berfirman:

إنا نحن نزلنا الذكر وإنا له لحافظون

_“Sesungguhnya Kami telah menurunkan adz-Dzikra (al-Qur’an) dan Kami benar-benar akan menjaganya.”_

Tatkala tidak ada sedikitpun dari hal itu(berasal dari syari'at), maka diketahuilah bahwa perayaan maulid tersebut bukanlah bagian dari agama Allah. Apabila bukan bagian dari agama Allah, maka tidak boleh bagi kita untuk beribadah dan mendekatkan diri kepada Allah dengan perkara tersebut. 
Jika Allah ta’ala telah meletakkan jalan yang sudah ditentukan untuk sampai kepada-Nya yaitu syari’at yang dibawa oleh Rasulullah , maka bagaimana mungkin kita -sebagai hamba – diperbolehkan untuk mendatangkan jalan dari diri kita sendiri untuk sampainya kita kepada-Nya? Ini merupakan kejahatan terhadap hak Allah ; yaitu kita mensyari’atkan dalam agama-Nya sesuatu yang bukan bagian darinya sebagaimana hal itu juga mengandung sikap mendustakan terhadap firman Allah Jawaban :

اليوم أكملت لكم دينكم وأتممت عليكم نعمتي

_“Pada hari ini telah Aku sempurnakan untuk kalian agama kalian dan telah Aku sempurnakan nikmat-Ku kepada kalian.”_

Maka kita katakan: Perayaan maulid ini, apabila termasuk dari kesempurnaan agama, maka harus ada perayaan maulid itu sebelum meninggalnya Rasulullah . Namun apabila bukan bagian dari kesempurnaan agama, maka tidak mungkin akan menjadi bagian dari agama karena Allah telah berfirman: “Pada hari ini telah Aku sempurnakan untuk kalian agama kalian.”

Dan siapa yang meyakini bahwa perayaan tersebut merupakan bagian dari kesempurnaan agama, dan sungguh dia telah di adakan setelah Rasulullah , maka sesungguhnya ucapannya tersebut mengandung sikap mendustakan terhadap ayat yang mulia ini.

Tidak diragukan lagi bahwa mereka yang mengadakan perayaan maulid Rasulullah hanyalah ingin mengagungkan Rasulullah ,  dan menampakkan kecintaan kepada beliau, dan memompa semangat atas simpati yang didapati dari sebagian mereka dalam perayaan tersebut terhadap Nabi , dan semuanya ini termasuk dari bentuk ibadah.

Mencintai Rasulullah   adalah ibadah.
Bahkan keimanan itu tidaklah sempurna hingga Rasulullah lebih dicintai oleh seorang insan dari pada dirinya sendiri, anaknya, orang tuanya, dan manusia seluruhnya. 
Mengagungkan Rasulullah juga termasuk ibadah. Demikian juga dengan mengobarkan rasa simpati kepada Nabi juga termasuk dari agama(ibadah) karena padanya terdapat kecenderungan kepada syariatnya.

Oleh karena itu, perayaan maulid Nabi dalam rangka mendekatkan diri kepada Allah ta’ala dan mengagungkan Rasul-Nya merupakan suatu bentuk ibadah. Apabila hal itu adalah suatu ibadah, maka selama-lamanya tidak diperbolehkan mengada-adakan sesuatu yang baru dalam agama Allah yang bukan bagian darinya. *Jadi, perayaan maulid adalah suatu kebid’ahan dan diharamkan.* 

Kemudian kita mendengar bahwa di dalam perayaan ini didapati sebagian kemungkaran-kemungkaran besar yang tidak benarkan oleh syariat, tidak di benarkan secara hissi (panca indra), dan tidak juga oleh akal. 
*Maka mereka bernyanyi-nyanyi mendendangkan qasidah yang berisikan sikap ghuluw (ekstrim) kepada Rasulullah , bahkan mereka sampai mengangkat beliau lebih tinggi dari Allah ta’ala -kita berlindung kepada Allah darinya-.*

Diantaranya juga kita mendengar tentang kedunguan sebagian orang yang mengadakan perayaan tersebut bahwa bila seorang pembaca sudah membacakan kisah maulid kemudian sampai kepada ucapannya “Musthafa (Muhammad) telah lahir” maka mereka seluruhnya berdiri serentak! dalam keadaan mengatakan “Sesungguhnya ruh Rasulullah telah hadir sehingga kita berdiri sebagai bentuk penghormatan kepada ruh beliau.” Ini merupakan suatu kedunguan, selain itu juga bukan termasuk adab untuk mereka berdiri, karena Rasulullah membenci seorang yang berdiri untuk beliau.
Sementar para shahabat beliau radhiyallahu ‘anhum adalah manusia yang paling besar kecintaan dan pengagungannya kepada beliau , namun mereka tidak pernah berdiri untuk (menghormati) beliau karena mereka telah melihat ketidaksukaan beliau terhadap perbuatan tersebut padahal beliau ketika itu masih hidup, lantas bagaimana dengan khayalan-khayalan ini?!

*Dan bid’ah ini -yaitu bid’ah maulid – muncul setelah berlalunya tiga generasi yang utama.* Dan dalam perayaan ini, muncul juga berbagai perkara kemungkaran yang menyertainya yang sampai menerjang pokok agama. Ditambah lagi apa yang terjadi di dalamnya dari adanya ikhtilath (campur baur) antara lelaki dan perempuan serta berbagai kemungkaran yang lainnya.

📓 [Fatawa Arkanul Islam (206 -208)]



┈┈┈┈❁✿┈┈┈┈• 

No comments:
Write komentar

Archive

BIOGRAFI